Senin, 02 Juli 2012

Dampak DOSA dan MAKSIAT




Setiap kita tentunya menginginkan kehidupan yang baik, bahkan lebih baik. Kehidupan yang baik tersebut akan kita dapat jika kehidupan kita dinaungi keridhaan Allah SWT. Kehidupan yang baik didasari ketakwaan kepada Allah. Faktor materi berupa kekayaan, pangkat dan jabatan tidak bisa menjadi standar pertama dalam menilai baiknya kehidupan seseorang. Karena takwa adalah standar utama dalam mengukur baiknya kehidupan.



Untuk mendapatkan kehidupan yang diridhai Allah SWT. perlu usaha dan perjuangan. Karena tidak sedikit godaan, baik dari dalam diri maupun dari luar yang bisa memalingkan kita dari upaya menggapai ridha Allah SWT. Tidak sedikit sarana-sarana yang bisa menggelincirkan kita berbuat dosa dan maksiat. Padahal dosa dan maksiat adalah sumber kesengsaraan hidup. Dosa dan maksiat menjauhkan seseorang dari hidup penuh kebaikan dan kebahagiaan. Maka agar kita bisa terhindar dari maksiat dan dosa, mari kita telusuri dampak dari kedua hal tersebut. Karena mengetahui bahaya dari sesuatu bisa mendorong kita untuk menjauhi hal tersebut.





Dampak dari perbuatan dosa dan maksiat,

Pertama : Rasa gundah dan gelisah.

Dampak ini menurut ‘Aidh Al-Qarni seorang Ulama Islam terkemuka merupakan dampak yang paling menonjol. Allah SWT. berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى



Artinya: Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam Keadaan buta, Padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?". Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan". (Taha: 124-126).



Ketika ketenangan jiwa menjadi sutau yang sangat berharga, maka seorang yang seringkali berbuat maksiat dan dosa tidak dapat merengkuhnya. Rasa gelisah menandakan hilangnya ketenangan jiwa. Kekayaan yang melimpah dan kekuasaan yang meluas tanpa ketenangan jiwa adalah nonsen. Rasa gelisah bisa menghancurkan kenikmatan-kenikmatan kasat mata.





Kedua :Terhalangnya rizki.

Para Ulama membagi dampak ini kepada dua bentuk, pertama terhalangnya turun rizki itu sendiri, kedua terhalangnya keberkahan dari rizki yang turun. Perbuatan maksiat dan dosa bisa membuat seseorang menjadi miskin dan berada dalam kesengsaraan. Dan bisa menyebabkan tercerabutnya keberkahan dari rizki yang ada, meskipun rizki datang namun tidak ada keberkahan di dalamnya.



Benarlah apa yang diungkapkan oleh Sahabat Rasulullah Saw. Ibnu Abbas ra.: Bahwa kebaikan itu memberikan kecerahan pada wajah dan cahaya di hati, kelapangan rizki, mahabbah (kecintaan) pada hati makhluk. Dan kemaksiatan itu menyebabkan warna hitam (kegelapan) pada wajah dan hati, kesempitan rizki dan kemarahan di hati makhluk.



Ketiga : Maksiat dan dosa bisa menyebabkan lupa.

Dikisahkan oleh Imam Ibnu Taimiyah bahwa seorang fulan berkata bahwa: Ia pernah melihat sesuatu yang haram, sehingga ada orang saleh yang menegurnya, apakah engkau tadi melihat sesuatu yang haram (dilihat)?, sungguh engkau akan merasakan dampaknya meskipun nanti pada waktu yang akan datang, kata orang saleh. Maka hafalan Al-Qur’an akupun hilang ketika aku berumur lebih dari empat puluh tahun.



Imam Syafi’i pernah mengadu kepada guru beliau Imam Waki’ lantaran lemahnya hafalan. Maka Imam Waki’ berwasiat agar muridnya itu meninggalkan maksiat. Maka ketika Imam Waki’ ditanya tentang resep yang paling jitu untuk menugatkan hafalan beliau menjawab dengan: Demi Allah aku tidak mendapatkan resep yang paling ampuh untuk hafalan dibanding meninggalkan maksiat.



Keempat : Timbulnya rasa marah pada hati makhluk.

Cinta dan murka yang ada pada diri makhluk pada dasarnya datang dariAllah SWT.



Karena itu kita bisa memahami hadits dalam kitab Shahih Bukhari: Apabila Allah SWT. cinta terhadap seorang hamba, ia akan berkata kepada Jibril “Aku mencintai fulan”, maka Jibrilpun ikut mencintainya. Maka Jibril menyampaikan kepada penuduk langit bahwa Allah SWT cinta kepada fulan maka cintailah ia, maka mereka mencintai fulan tersebut, kemudian ditetapkan baginya rasa penerimaan di Bumi. Dan apabila Allah SWT. murka kepada seorang fulan maka ia akan berkata kepada Jibril bahwa ia murka terhadap seorang fulan, maka Jibrilpun murka terhadapnya dan ia menyampaikan kepada Malaikat bahwa Allah SWT. murka terhadap fulan maka merekapun murka kepadanya, kemudia ditetapkan kemurkaan baginya di Bumi.



Kelima : Rasa keterasingan dan kesenjangan dari Allah SWT.

Keterasingan ini menghilangkan kenikmatan dan kebahagiaan dalam hidup. Harta dan anak tidak lagi menjadi nikmat. Kemapanan materi tidak bisa mengalahkan besarnya derita yang timbulkan karena rasa keterasingan dari Allah SWT. tersebut. Rasa keterasingan ini memiliki beberapa dampak diantaranya:
Hilangnya rasa percaya terhadap janji Allah SWT. Tidak yakin terhadap balasan kebaikan, surga dan seterusnya. Ketika membaca mushaf tidak yakin dengan janji Allah SWT. tentang kebaikan dan kenikmatan. Ayat-ayat kabar gembira itu hanya berlalu tanpa membekas sedikitpun dalam dirinya karena memang ia tidak yakin dengan ayat-ayat tersebut.
Tidak bisa husnu zhan dengan Allah SWT.
Tidak mau menuduh dirinya bersalah. Karena memang seakan hubungannya sudah terputus dari Allah SWT. Firman-firman Allah SWT. tidak membuatnya terpengaruh apalagi untuk introspeksi diri. Dan ini adalah diantara tanda munafik. Imam Hasan basri berkata: “Tidak takut kepada Allah SWT. kecuali orang mukmin, dan tidak merasa aman dari siksa Allah SWT. kecuali orang munafik”.



Keenam : Umur yang berlalu sia-sia.

Bahwa waktu adalah aset yang paling berharga bagi manusia, karena waktu yang sudah berlalu tidak bisa kembali dan tergantikan. Sayang sekali kehidupan di Dunia yang berlalu begitu cepat ini diisi dengan kemaksiatan dan dosa. Padahal umur yang kita jalani di Dunia sebagaimana yang diungkapkan Al-Qur’an ketika menggambarkan fenomena Akhirat nanti:

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا

Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. (An Nazi’at: 46).



Batapa merugi orang yang mengisi waktu dan umurnya di Dunia ini dengan dosa dan maksiat. Padahal Dunia adalah tempat dimana Muslim mengumpulkan bekal untuk menuju Akhirat.



Ketujuh : Mendapat adzab di Akhirat.

Bahwa siksaan di Ahirat sangat pedih. Dunia tempat menanam dan Akhirat tempat menuai. Siapa yang ingin dibebaskan dari Neraka maka hendaknya ia meninggalkan jauh-jauh kemaksiatan dan dosa. Karena Neraka betapa pedih dan menghinakan penghuninya. Allah SWT. berfirman:

رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

Artinya: Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. (Ali Imran: 192).



Dan siapa yang selamat dari Neraka maka sungguh ia telah beruntung. Allah SWT. berfirman:

فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Ali Imran: 185).



Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan kita kekuatan untuk bisa meninggalkan kesia-siaan apalagi maksiat dan dosa.

Semoga Allah SWT. menetapkan kita dalam Islam dan Iman.

Mengarahkan hati kita untuk senantiasa taat dan mengingatNya.





Ahmad Yani.
S

Tidak ada komentar:

Posting Komentar